Kehadirannya sama dengan kehadiran setiap jiwa di bumi, ya,
setiap orang memilikinya. Ketika orang tersebut menghilang, maka ia pun lenyap.
Keberadaannya tampak selalu tersedia, padahal terbatas dan tak dapat diminta
kembali. Setiapnya selalu ada untuk kita, tak perlu syarat apapun untuk
mendapatkannya. Dia tak dapat disimpan ataupun ditunda. Ketika dia terbuang,
takkan ada seorangpun yang dapat mengembalikan kepada kita, dia milik kita,
hadirnya selalu ada untuk kita. Terbuangnya dia adalah menyesalnya kita. Dialah
waktu, waktu yang Tuhan berikan untuk kita. Entah berapa detik, menit, jam,
hari, tahun, dasawarsa, atau bahkan abad yang Tuhan berikan kepada kita. Tak
ada seorang pun yang mengetahuinya, ya, hanya Dia, Alloh Tuhannya semesta alam
yang Maha Mengetahuinya. Setiap detiknya adalah hidup kita. Entah berapa banyak
yang Tuhan berikan, yang jelas semua itu ada batasnya. Membuang-buang waktu
berarti menyia-nyiakan hidup. Tak ada yang tahu berapa banyak detakan jantung ini akan terdengar, tak ada yang tahu
sampai kapan darah ini akan terus mengalir, mau sampai kapan kita sia-siakan
hidup kita, membuang-buang tiap detik yang Ia berikan? Banyak orang berkata, “Penyesalan
itu datangnya belakangan”, tapi tak banyak orang yang berpikir bahwa menyesal
itu bagian dari sebuah konsekuensi, konsekuensi karena kita telah banyak
menyia-nyiaakan hidup kita. Waktu terus berjalan, menyesali yang telah terjadi
tak berarti apa-apa, tetapi menjadikannya sebuah pelajaran adaah satu hal yang
bermakna dalam hidup ini. “Perbedaan belajar di sekolah dengan belajar dalam
hidup ini : Disekolah kita diajarkan pelajaran lalu ujian, dalam hidup ini kita
mendapatkan ujian baru memperoleh pelajaran.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar